The Social Network: Bukan dinding pemujaan
Harus diakui, Facebook adalah salah satu hal yang mampu mengubah budaya sebagian besar manusia di seluruh dunia dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Fungsi dasar Facebook sebenarnya tak jauh berbeda dengan pendahulunya, Friendster, yaitu mendekatkan yang jauh, mempertemukan yang lama terpisah, ataupun menyambung yang telah terputus. Entah sudah berapa reuni yang terlaksana berkat Facebook, dan sudah berapa banyak pula para mantan pasangan yang kembali menjadi sepasang kekasih.
Terlepas dari hal-hal positif yang terjalin, Facebook juga sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Banyak orang lupa kalau dunia maya adalah milik kita semua. Ibarat sebuah hunian yang seluruh dindingnya terbuat dari kaca. Semua orang bisa melihat dan mengetahui apa yang terjadi di dalam. Tidak sedikit karyawan yang dipecat karena menulis sesuatu yang dianggap tidak pantas tentang atasan atau kolega bisnis. Pun mereka yg diputuskan pasangan karena kepergok sedang bermesraan dengan orang lain.
Layaknya dua sisi koin, Facebook bisa membawa kebaikan dan keburukan. Frienemy, friend and enemy. Namun tetap, kontrol–seharusnya–ada di tangan pengguna: kita. Demi merayakan seluruh hal tersebut, saya berada dalam barisan (calon) penonton yang menanti dirilisnya film besutan David Fincher ini. Sudahi euforia The Curious Case of Benjamin Button, Fight Club, ataupun Se7en, dan mari menelanjangi privasi diri dan komuni dengan menonton The Social Network. Atas nama budaya populer, media sosial, hubungan interpersonal antarmanusia, atau sekadar voyeurisme belaka.
Leila S Chudori menyebut film ini layak mendapat Oscar. apa benar2 bagus ya sar? aku belum nonton.
Wah ris, kebetulan sampai sekarang gue jg belum nonton. Tapi komentar teman2 yg udah nonton sih memang bagus. Gue pun sebenarnya berharap (cukup) banyak, mengingat sutradaranya David Fincher. Hehe..
Teknologi bagaikan balon udara menurutku, ia bisa membawa kita ke tempat yang sulit terjangkau, walaupun kita cuma melihat ‘daratan’ dari jauh (atas). Hal terpenting yakni tetap ingat daratan tempat kita berasal dan sesekali ‘pulang’, jangan sampai terbuai dan terombang-ambing di langit yang semu. 🙂
Andika, sebelum merespon komentar Anda, tulisan ini merupakan bentuk sambutan pribadi atas dibuatnya film The Social Network. Kebetulan saya baru sempat nonton hari ini, jadi ulasan mengenai filmnya sendiri akan ada di tulisan berikutnya. Tapi sedikit banyak saya setuju dengan konsep “balon udara dan daratan” Anda. Karena bagaimanapun juga, idealnya status teknologi adalah “dikontrol” dan bukan “mengontrol”. Itu yang sering tidak disadari banyak orang.