Bersepeda Demi Anak Cucu

.
Sebuah rumah dua lantai di bilangan Tebet, Jakarta, disulap menjadi sebuah firma arsitektur. Semuanya tampak biasa, kecuali dua buah sepeda lipat yang menghiasi salah satu sudut ruangan. Toto Sugito pemilik sepeda itu. Tak perlu heran, karena ia adalah ketua umum komunitas Bike to Work (B2W).
Lima tahun sejak didirikan, komunitas yang dipimpinnya terus menggalang usaha agar semakin diterima oleh warga ibukota. Menurut pria berkacamata ini, pada awalnya kegiatan B2W adalah berkumpul di Senayan sepulang kantor, berkeliling sepeda ke ruas-ruas jalan protokol, lalu membagikan flyer. Tapi kemudian ia sadar, komunitas ini tak akan beranjak kemana-mana dan mencapai tujuan yang lebih besar jika tidak diformalkan menjadi organisasi. Kepengurusan Bike to Work secara formal baru terbentuk tahun 2006. Setelah sempat dilakukan reorganisasi, Toto pun didaulat menjadi ketua umum hingga sekarang.
“Liberalnya” syarat keanggotaan membuat B2W dilirik banyak kalangan. “Anggota berasal dari berbagai kalangan, mulai dari office boy hingga CEO. Tidak ada gap dan brotherhood-nya luar biasa,” ujarnya. B2W tak semata-mata menggalang anggota kantoran, namun juga semua individu yang telah membuat keputusan untuk menekan tingkat polusi udara dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor. “Semoga bisa menjadi kebiasaan hidup, karena sepeda adalah moda transportasi alternatif yang ramah lingkungan. Tak perlu bike to work, bisa juga bike to school, campus, atau bahkan bike to supermarket. Intinya, bike to go,” terang pria yang sehari-harinya menjabat sebagai Managing Director di firma arsitektur Anggara Architeam. Hasilnya, anggota B2W kini mencapai 20 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Anggota B2W bisa semakin menggelembung dengan terbitnya Undang-Undang No. 22/ 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan yang mencantumkan hak-hak para pesepeda. “Ini sesuatu yang kami perjuangkan. Tak hanya menjadi prestasi B2W, tapi juga prestasi seluruh pesepeda,“ jelasnya. Salah satu hak pesepeda yang tercantum adalah, “Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.” Dengan perlindungan legal tersebut, Toto dan pesepeda lainnya merasa lebih tenang dan aman memacu kendaraan roda dua mereka di jalanan ibukota.
Toto tak cepat berpuas diri. Kini ia sedang mengusahakan tersedianya jalur khusus sepeda di ibukota. Ia mengaku telah melakukan komunikasi dengan Dinas Perhubungan DKI. Tahap awal dan yang paling memungkinkan adalah berbagi lahan trotoar dengan pejalan kaki, Ia pun punya harapan agar di setiap bantaran kali dapat dibangun jalur sepeda, seperti yang sebentar lagi direncanakan hadir di sepanjang Banjir Kanal Timur. “Jika ditambah pohon-pohon rindang, waduh enak sekali bersepeda di sana!” timpalnya bersemangat.
Kecintaan Toto bersepeda memang bukan lagi semata aktivitas “sampingan”. Dunia ini menurutnya bukan hanya untuk kehidupan generasi sekarang, tapi juga generasi mendatang. “Kita tidak boleh egois. Sebanyak apapun uang yang kita miliki, kita tidak bisa membeli beratus-ratus hektar lahan dengan cadangan oksigen bersih untuk diberikan kepada anak cucu,” ujarnya. Sembari meniru ucapan ulama Aa Gym, Toto yang terpilih sebagai Tokoh Perubahan 2009 oleh salah satu surat kabar nasional ini pun berbagi pesan, “Mulailah bersepeda untuk diri sendiri, mulai dari jarak terdekat, dan mulai dari sekarang. As simple as that.”
…
Foto: Adi Nugroho Publikasi: Esquire Indonesia edisi Maret 2010. …*Catatan penulis: Tulisan ini merupakan advertorial Nokia E72. Selain Toto Sugito, produsen ponsel terkemuka tersebut juga memilih beberapa figur publik lain untuk mewakili produknya, antar lain Pandji Pragiwaksono, Daniel Mananta, dan Iwan & Indah Esjepe.
Leave a Reply