Umur Baru RI, Masalah Lama: Polusi Udara
Minggu yang riuh dan melelahkan lahir batin, ya? 🙂
Setelah polusi udara menjadi topik ‘suam-suam kuku’ dan mendapat porsi perhatian seadanya, akhirnya minggu ini seakan meledak seperti perut si tamak yang tak lagi kuat menampung segala keserakahan yang masuk tanpa pikir panjang. Satu-satunya kancing yang menahan kemeja si tamak, akhirnya lepas terdorong lemak terakumulasi yang tersimpan dalam perut. Ini batasnya. Bertindak sekarang, atau tidak sama sekali.
Hari Senin (14/8) Presiden (akhirnya) mengadakan rapat terbatas membahas kualitas udara di wilayah Jabodetabek di Istana Merdeka bersama jajaran pemerintah terkait. Beberapa rekomendasi dan arahan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dikeluarkan.
Terlambat, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kemenangan warga sudah di depan mata? Nope, masih jauh dan samar-samar. Tapi cukup menerbitkan harapan ketika diskusi akhirnya tidak mentok membahas sektor transportasi sebagai penyebab tunggal polusi udara.
Meskipun yang terjadi selanjutnya, seperti menonton drama Korea “Reply 1988” untuk pertama kalinya. Berbagai emosi dimainkan saat membaca dan menonton pernyataan para pejabat pemerintahan. Asupan konten digital tak henti dari berbagai portal media dan kanal media sosial dari para pejabat pemerintah terkait polusi udara.
Sejenak kesal, kemudian gregetan, tak lama meringis menahan pipis, sempat frustrasi, tapi kemudian optimis lagi melihat kerja keras berbagai organisasi dan elemen masyarakat dalam memperjuangkan udara sehat sedikit demi sedikit melangkah maju. (Tabik, teman-teman Bicara Udara, Pandemictalks, ThinkPolicy, Greenpeace ID, dan masih banyak lagi!)
Bagaimana dengan tim Nafas?
Permintaan wawancara dan data kualitas udara meningkat. Belakangan ini kedua founder Nafas seakan ‘adu eksis’ dengan sibuk menajdi narasumber di banyak media lokal, nasional, dan internasional.
Selain itu, rasanya tidak ada yang berbeda di dapur Nafas: tetap meeting koordinasi setiap pagi, update harian data kualitas udara beserta temuan-temuan menariknya, melanjutkan seri konten “Bad Air Season” sejak Juni (yup, polusi meningkat bukan cuma seminggu belakangan), menjegal mitos polusi udara, membantu mengingatkan warga akan dampak polusi terhadap kesehatan, dan tetap memberikan tips praktis untuk mengurangi paparan serta produksi polusi udara sehari-hari.
Tapi.. mungkin ada satu hal yang akan berbeda mulai minggu ini. Kita punya ‘tugas mulia’ untuk mengawal komitmen dan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki kualitas udara.
Berat ya jadi warga di kota berpolusi? Sudah jadi korban, sering dikambinghitamkan, cari solusi dan melindungi diri sendiri, dan sekarang mengawal kerja pemerintah. Kalau kata Dr. Erlina Burhan, dokter spesialis paru dari FKUI, udara bersih itu hak seluruh warga, tapi sayangnya, kita harus memperjuangkan hal itu saat ini.
Selamat panjang umur saya ucapkan tidak cuma kepada Indonesia, tapi juga perjuangan. ✊
Leave a Reply