Commentary

Rupa-rupa Yogyakarta

Bagian depan Stasiun Tugu bertuliskan Jogjakarta, dan bukan Yogyakarta.

 

Kira-kira satu minggu lalu, sebuah artikel yang diposting oleh akun Twitter milik Tempo Interaktif membuat saya mengerutkan dahi. Artikel tersebut berjudul Dari Yogjakarta Dengan Gugatan. Garisbawahi kata ‘Yogjakarta’. Saya pikir itu hanya kelalaian admin yang mengelola akun tersebut. Artikel ini sendiri merupakan ulasan pementasan Laskar Dagelan, pementasan  penuh humor karya kakak beradik Djaduk Ferianto (sutradara) dan Butet Kertaredjasa (produser) yang disajikan secara musikal berkat tangan dingin Jogja Hip Hop foundation yang dikomandoi Marjuki (Kill The DJ). Setelah membaca artikel tersebut, ternyata sang penulis konsisten menggunakan ‘Yogjakarta’ dari judul hingga akhir tulisan. Tak mungkin media sekelas Tempo bisa membuat kesalahan sedemikian jelas. Saya malah sempat menduga bahwa ‘Yogjakarta’ adalah plesetan nama daerah yang digunakan dalam pementasan ini.

Selama ini saya akrab dengan penulisan ‘Yogyakarta’ dan ‘Jogjakarta’, dan sesekali melihat teman menuliskan ‘Jogya’, tapi baru kali saya melihat bentuk penulisan lain nama daerah yang pernah menjadi ibukota republik ini. Karena penasaran, akhirnya saya melakukan riset sederhana di mesin pencarian Google. Saya memasukkan masing-masing bentuk penulisan nama daerah tersebut. Hasilnya ada 86,3 juta pencarian untuk “Yogyakarta”, 11,5 juta untuk “Jogjakarta”, 1,07 juta untuk “Jogyakarta”, dan ada sekitar untuk 817 ribu untuk “Yogjakarta”. Berdasarkan hasil tersebut, bisa kita lihat bahwa Tempo Interaktif ikut minoritas karena menggunakan “Yogjakarta” dalam artikelnya.

Beragam respon saya terima di akun Twitter dan Facebook milik saya. Ada yang berpendapat bahwa penulisan yang benar adalah ‘Yogyakarta’, ada pula yang menjawab ‘Jogjakarta’. Seorang teman lainnya berpendapat lain, “‘Yogyakarta’ nama formal dan ‘Jogja’ adalah sebutan informalnya”. Saya sendiri selama ini sebenarnya lebih sering menulis ‘Jogjakarta’, alasannya karena nama tersebut lebih terdengar akrab, sesuai dengan suasana daerahnya yang hangat dan bersahaja.

Rasa penasaran saya tak terpuaskan, akhirnya saya kembali melakukan riset kecil-kecilan di internet. Kali ini saya berniat untuk mengandalkan situs pemerintah provinsi saja. Situs tersebut beralamat di http://pemda-diy.go.id, dengan kalimat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta jelas terpampang di bagian atas situs. Lucunya, saya menemukan bahwa situs pemerintah kota lebih memilih menggunakan ‘Jogjakarta’ dan beralamat di http://jogjakota.go.id. Saya kembali bingung. Jika dua situs resmi pemerintah saja menggunakan penulisan yang berbeda, maka tak heran jika tidak adanya keseragaman penulisan nama daerah tersebut di media-media massa. Terlepas dari kebijakan redaksi masing-masing media akan bentuk penulisan yang dipakai, apakah memang tidak ada standar baku penulisan nama daerah agar tidak terjadi kerancuan di masyarakat?

Saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang pemerhati Bahasa Indoneisa, Ivan Lanin, via Twitter. Ia tak menjawab langsung, namun memberikan tautan artikel yang membahas masalah serupa. Di artikel berjudul Mengeja Jogja – Yogyakarta, Jogjakarta, Yogya, atau Jogja tersebut dijelaskan bahwa nama pertama yang muncul adalah Ngayogyakarta yang berasal dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Sedangkan ‘Yogyakarta’ sendiri tak jelas kapan resminya mulai dipakai, yang jelas, saat menjadi ibukota republik pada tahun 1949, nama tersebut sudah dipakai.

Lalu apa yang menyebabkan munculnya variasi penamaan daerah yang terkenal dengan julukan kota pelajar tersebut? Menurut artikel tadi, hal itu disebabkan akibat perbedaan pelafalan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Namun tak peduli berapa banyak variasi yang muncul, hampir semua orang dapat memahami daerah yang dimaksud. Bahkan, atas kepentingan bisnis, dan pertimbangan pelafalan yang mudah bagi turis asing, nama ‘Jogja’ sempat menguat karena digunakan sebagai slogan pariwisata, Jogja Never Ending Asia.

Dengan atau tanpa variasi penulisan nama, Yogyakarta sudah mendapat tempat spesial di hati masyarakat. Ketika kita menyebut Yogyakarta, Jogjakarta, atau bahkan Jogyakarta dan Yogjakarta, semua tahu bahwa hanya ada satu daerah yang dimaksud. Sebaiknya media massa seragam dalam menuliskan nama daerah. Selain agar tidak terjadi kerancuan, media massa memiliki tanggung jawab edukasi bahasa kepada masyarakat. Mengenai penamaan yang tepat, saya rasa kembali ke nama lengkap daerah tersebut adalah cara yang bijak. Jika biasa disingkat sebagai D.I.Y, maka kepanjangan yang tepat adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini juga sesuai dengan sejarah nama daerah tersebut yang diambil dari nama Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat.

Shakespeare memang populer dengan kalimat “Apalah arti sebuah nama”, namun menghargai sebuah nama bukanlah perbuatan dosa. Bila kita protes saat ada orang yang menuliskan nama kita dengan tidak tepat, maka idealnya kita juga akan saksama dalam menuliskan nama suatu daerah.

 

Gambar dari sini.